BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
era teknologi ini, komunikasi sudah banyak dilakukan dengan memanfaat kan
media teknologi komunikasi, antara lain televisi, telepon, dan internet. Sebagai bagian dari masyarakat yang berbahasa Indonesia, media massa mengemban fungsi memasyarakatkan
bahasa Indonesia.
Media massa menjadi teladan dan pelopor dalam penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Pemekaran dan pemasyarakatan bahasa Indonesia tidak
bisa dipisahkan dari peran media massa.
Namun dalam praktiknya, banyak media massa yang mengingkari fungsi mulia
tersebut. Dari tahun ke tahun penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa
mengalami degradasi( Perubahan). Hal ini
terindikasi dengan banyaknya media massa yang tidak mempunyai acuan dalam
pembakuan kosa kata dan istilah dalam bahasa Indonsia sehingga menimbulkan
ketidakseragaman istilah.
Hendry, Herfanda, dan Suryo, (dalam Yurnaldi, 2008) mengatakan
dalam suatu
seminar bahwa di dalam organisasi media massa tidak selalu ada tenaga yang
mengemban fungsi atau peran penyelaras bahasa.
Pembelajaran
bahasa Indonesia yang baik dan benar yang diajarkan di sekolah-sekolah atau
lembaga pendidikan akan sia-sia karena pada jam-jam di luar sekolah justru
diajari oleh media massa dengan bahasa Indonesia yang tidak benar. Mengingat
penting peran penggunaan bahasa dalam media
massa, maka dipandang perlu dilakukan
analisis
terhadap penggunaan bahasa di media massa.
2.1 Rumusan Masalah
1. Apa tujuan keefektifan kalimat dalam
penyiaran berita di media massa..??
2. Apa contoh bentuk kesalahan keefektifan
kalimat yang terdapat di media massa..??
3. Bagaimana pengaruh kesalahan media massa
bagi para pendengar berita..??
2.2 Tujuan
1. mengetahui penerapan kalimat efektif
dalam penyiaran berita di media massa.
2. mengetahui contoh-contoh kesalahan yang
tedapat di media massa khususnya dalam penyiaran berita.
3.mengethui pengaruh dan cara
penanggulangan kesalah yang terdapat dalam media massa.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Penerapan kalimat efektif dalam penyiaran berita di media massa.
Kalimat efektif adalah kalimat yang
dapat mengungkapkan gagasan penutur/penulisnya secara tepat sehingga dapat
dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Efektif dalam hal ini adalah
ukuran kalimat yang memiliki kemampuan menimbulkan gagasan atau pikiran pada
pendengar atau pembaca. Dengan kata lain, kalimat efektif adalah kalimat
yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga
pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah
Dalam hal ini di media massa banyak terjadi kesalahan dalam penggunakan
kalimat efektif sehingga para pendengar kurang memahami maksud dari penyiar
berita tersebut.
Fungsi
media massa adalah menyajikan informasi tentang kenyataan, memilih, dan menafsirkan,
menyajikan, dan meneruskan nilai-nilai
sosial-budaya
kepada generasi penerus, serta memberikan
hiburan kepada masyarakat.
Dalam konteks
demikian, fungsi media massa adalah
mengumpulkan
informasi tentang kenyataan sebagai bahan berita, mengolah, dan menyunting bahan berita
tersebut. Selanjutnya media massa menyajikannya sebagai berita, serta menulis
tajuk rencana sebagai bentuk pernyataan sikap terhadap masalah yang diberitakan
untuk menuntun pikiran dan pemahaman khalayak, serta melakukan kontrol sosial.
Pada
dasarnya bahasa media massa dapat dikelompokkan menjadi media cetak atau tulis, media dengar, dan
media pandang-dengar. Dalam ragam bahasa
tulis
ataupun dengar, orang yang berbahasa tidak berhadapan langsung dengan pihak lain yang diajak berbahasa.
Implikasinya, bahasa yang digunakan harus
lebih
terang dan jelas karena penyampaian informasi tidak dapat disertai gerak isyarat, pandangan, anggukan, dan
semacamnya sebagai tanda penegasan atau
pemahaman
terhadap informasi tertentu. Oleh karena itu, kalimat dalam ragam bahasa tulis ataupun lisan harus
lebih cermat sifatnya. Sementara media pandang- dengar, misalnya televisi, pada
umumnya menggunakan bahasa yang ‘minim’ atau ‘miskin’ kata-kata, karena kemiskinan
bahasa itu diperkaya dengan mimik,
gesture, ataupun perilaku yang mendukung gagasan yang disampaikan.
Sebagaimana
ragam bahasa tulis dan dengar tersebut, ragam bahasa media massa memiliki persyarakat. Pertama,
bahasa media massa harus terpelihara.
Penggunaan
bahasa yang terpelihara dengan baik, menjadi sebuah keniscayaan bagi sebuah media sesuai dengan
fungsinya sebagai media publik. Ia akan
dibaca,
didengar, dan dinikmati oleh berbagai kalangan yang beragam, baik dari sisi tingkat usia dan pendidikan,
status sosial-ekonomi, budaya, suku, maupun
agama.
Fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, objek, keterangan, atau hubungan di antara fungsi-fungsi
itu harus jelas dan nyata. Penggunaan bahasa
media
yang terpelihara, jujur, jernih, dan santun akan ikut menentukan kredibilitas media yang
bersangkutan dalam meraih simpati publik. Artinya, aturan-aturan yang berlaku dalam
penulisan harus dipatuhi. Kaidah-kaidah
kebahasaan,
seperti penggunaan ejaan, istilah, tanda baca, dan semacamnya sepenuhnya harus diperhatikan dan
ditaati. Bahasa media yang terpelihara
dengan
baik akan diteladani publik dalam berbahasa secara baik dan benar
Kedua,
bahasa media juga harus lebih mudah dipahami. Karena tugasnya membawa pesan dan nilai-nilai moral
kepada publik, bahasa media massa harus
mudah
dipahami. Apa yang disampaikan dalam sebuah media jangan sampai menimbulkan penafsiran ganda yang
dapat menggiring dan membangun opini
publik
secara keliru. Aspek-aspek konstruksi bahasa, seperti kata bentuk, tata kalimat,
tata makna hendaknya dipilih secara cermat, netral makna, dan tunggal makna Penggunaan
konstruksi bahasa yang singkat dan padu jelas akan lebih tepat dan bermakna
jika dibandingkan dengan penggunaan konstruksi bahasa yang berpanjang-panjang,
berbelit-belit, dan bertele-tele.
.
B.
Contoh kesalahan Penggunaan
Bahasa Indonesia dalam Siaran Berita Televisi
Swasta
Berdasarkan
data dewan pers tahun 2006 yang lalu sekitar 70% dari 851
media yang ada dalam
kondisi kurang sehat dan tidak sehat menurut data Dewan Pers (2006). Kondisi itu makin
bertambah banyak setelah eforia reformasi.
Keberadaan
penyelaras bahasa dalam suatu media massa tidak lagi menjadi suatu kewajiban. Akibatnya, bahasa
media massa dewasa ini dapat dikategorikan
sebagai
memprihatinkan. Sebagai dampak dari kondisi ini, di media massa banyak ditemukan kesalahan
penggunaan bahasa (Yurnaldi, 2008).
Di
antara kesalahan penggunaan bahasa dalam media massa dapat dicontohkan sebagai berikut:
“Dua
pelajar Mencuri Beo Dimassa.” (Sawali, 2009).
Penggunaan bentuk
‘dimassa’ dalam
kalimat tersebut kurang tepat. Salah satu arti ‘massa’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
‘jumlah yang banyak sekali; sekumpulan orang yang banyak sekali’
(Pusat Bahasa, 2008: 993) yang termasuk kelas nomina
(kata benda). Dalam kaidah bahasa, bentuk ‘di’ yang diikuti nomina (membentuk keterangan tempat) harus
ditulis terpisah. Namun, seandainya
ditulis
terpisah, bentuk ‘di massa’ tetap bukan bentukan yang benar, karena secara semantik tidak masuk akal.
Antara morfem ‘di’ dan ‘massa’ seharusnya disisipkan verba ‘hajar’
atau ‘keroyok’, sehingga kalimatnya menjadi “Dua pelajar
Mencuri Beo Dihajar (dikeroyok) Massa.”
Contoh
lain kesalahan penggunaan “Gubernur Irup di Simpang Lima”
(Sawali, 2009). Judul
ini bisa menyesatkan pembaca. Kata ‘Irup’ yang merupakan akronim dari ‘Inspektur
Upacara’ dalam kalimat tersebut bisa
diartikan
bahwa ‘Irup’ adalah ‘nama seorang gubernur’. Agar tidak menyesatkan dan disalahartikan oleh
pembaca, kalimat tersebut seharusnya
diubah
menjadi “Gubernur Menjadi Irup di Simpang Lima”.
-
Kesalahan Tata dan keefektifan Kalimat
Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan
kata, kepaduan,
susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Hasil analisis
kesalahan penggunaan bahasa dalam siaran berita televisi swasta di antaranya sebagai berikut :
1. Aksi
ini merupakan yang
kedua kali dengan
tujuan menuntut agar pemilik bar menutup atau mengganti nama tersebut dengan nama lain.
Seharusnya“...
menuntut pemilik bar ...”
Kata
menuntut merupakan kata kerja
transitif. Kata kerja transitif menuntut objek langsung (tanpa antara).
Oleh karena itu, setelah kata ‘menuntut’ harusnya langsung objek
(yaitu pemilik), bukan kata kata hubung (agar). Selain
itu, penggunaan ‘agar’ yang
mengikuti kata
‘tujuan’ merupakan redundance
atau bentuk berlebihan.
Kalimat yang benar adalah
“Aksi ini merupakan kali kedua yang menuntut pemilik
agar menutup
atau mengganti nama bar tersebut
dengan nama lain.”
2. Kericuhan
ini merupakan puncak kekesalan pelaku pelemparan Jack Saragih yang menolak dirinya diganti karena ia beralasan masih menjabat sebagai anggota dewan hingga tahun 2009 mendatang.
Kalimat ini mengandung klausa ambiguitas (dapat ditafsirkan ganda). Klausa yang dimaksud adalah
‘puncak kekesaalan pelaku pelemparan Jack Saragih’ yang dapat
diartikan (1) ‘Jack Saragih adalah lokus pelemparan’, (2) ‘Jack
Saragih adalah pelaku pelemparan’.
Jika yang dimaksudkan adalah arti (2), maka bentuk
yang digunakan seharusnya adalah ‘Kericuhan ini merupakan puncak
kekesalan Jack Saragih, pelaku pelemparan, yang menolak dirinya
diganti karena ia beralasan masih menjabat sebagai anggota dewan
hingga tahun 2009 mendatang.
3. Sejumlah
petugas keamanan yang dibantu beberapa anggota dewan langsung membawa pelaku pelemparan ke luar ruang sidang paripurna.
Seharusnya
disisipkan kata ‘oleh’sebelum kata ‘beberapa anggota’ sebagai pelaku. Dengan demikian sebaiknya
kalimat yang digunakan adalah :
“ Sejumlah petugas keamanan yang dibantu
(oleh) beberapa anggota dewan langsung membawa pelaku pelemparan ke luar ruang sidang
paripurna.
Dari
contoh-contoh yang telah di kemukakan di atas masih banyak kesalahan yang
terdapat di media massa. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan analisis terhadap penggunaan bahasa
di media massa. Dengan analisis yang
cermat,
masyarakat penutur mengetahui bentuk yang benar dan yang salah, latar belakang
timbulnya kesalahan, dan alternatif
pemecahannya.
Selanjutnya, analisis kesalahan juga berguna sebagai salah satu kegiatan dalam rangka pembinaan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahasa media masa memegang peranan penting dalam
pemekaran maupun pemasyarakatan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk mengemban tugas mulia itu, seharunya pihak media massa memiliki
tegana penyelaras yang bertugas
‘memelihara’ penggunaan bahasa Indonesia untuk dapat menyampaikan informasi dengan
bahasa yang efektif dan santun. Namun fakta menunjukkan bahwa tidak semua pihak
media massa memiliki tenaga penyelaras bahasa sehingga masih banyak ditemukan
penggunaan bahasa secara salah dalam media massa.
3.2 Saran
1. Penyiar
hendaknya dapat menjadi contoh pengguna bahasa Indonesia yang efektif, baik, santun, benar,
dan cendekia, serta memiliki kompetensi
sesuai
dengan bidang siarannya.
2. Pihak
manajemen media massa hendaknya mengangkat tenaga ahli bahasa Indonesia yang bertugas
menjadi penyelaras bahasa Indonesia
sebelum
media massanya dikonsumsi publik.
3.
Segera
setelah kemunculan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia dalam siaran berita televisi,
Lembaga Pusat Bahasa hendaknya melakukan
eksplanasi terhadap kesalahan tersebut agar dapat diperbaiki.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamonangan,
A. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia Menalami Degradasi.
http://www.mail-archive.com/forum-pembaca-kompas@
yahoogroups.com/msg89042.html,
diakses tanggal 30 desember 2012
http://massofa.wordpress.com/2008/08/27/ permasalahan-dalam-analisis-kesalahan- berbahasa-dan-analisis-kontrastif/ , diakses tanggal 30 destember 2012
pukul 22.00
wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar